Pola Pikiran Zaman Sekarang
Oleh: Susi Trisnawaty, Mahasiswa Fakultas Psikologi, Universitas Sumatera Utara (USU).
Pada masa penjajahan dulu, kehidupan bangsa Indonesia sangat menyedihkan. Masyarakat dengan ekonomi menengah ke bawah dijadikan sebagai budak oleh penjajah, sedangkan masyarakat dengan ekonomi menengah ke atas diperdaya menjadi boneka untuk membantu penjajah memenuhi keperluan mereka. Para pemuda Indonesia tidak rela suku mereka diperlakukan seperti ini sehingga timbul kenyakinan diri untuk melakukan pemberontakan. Akan tetapi pemberontakan yang dilakukan secara acak tidak dapat membuahkan hasil sehingga dibentukkan kongres pemuda, dari perkumpulan itu munculah Sumpah Pemuda yang diperingati pada tanggal 28 Oktber, suku-suku yang ada di Nusantara perlahan-lahan berkumpul dan bersatu padu untuk melawan penjajah. Hasil perjuangan merekalah kita dapat mengecap kebebasan. Para pemuda dulu mempunyai keteguhan hati dan kenyakinan untuk membebaskan diri dari belenggu penjajahan, mereka tidak merasa minder menggunakan bambu runcing sebagai senjata, dari kenyakinan merekalah yang membuat kita merdeka walaupun hanya bersenjatakan bambu runcing.
Pandangan para pejuang tentang kesuksesan inilah yang membawa kita menuju kemerdekaan. Kesuksesan yang dimaksud adalah mencapai apa yang menurut kita itu berharga dan apa yang kita capai atau kita perbuat itu dapat berguna bagi masyarakat luas, misalnya guru, yang dikatakan guru yang sukses atau berhasil adalah guru yang dapat membimbing muridnya dari yang tidak mengetahui apa-apa menjadi murid yang berwawasan. Makna kesuksesan atau keberhasilan ini telah bergeser, saat ini yang dikatakan sukses adalah orang yang mempunyai rumah mewah, mobil mewah, uang banyak, dan status sosial yang tinggi. Hal ini terjadi karena perbedaan persepsi, setiap manusia memiliki keunikan tersendiri, keunikan ini termasuk cara berpikir, cara berprilaku, persepsi dan sebagainya, bahkan orang yang kembar identik pun memiliki perbedaan tersendiri. Yang dimaksud dengan persepsi adalah proses mengorganisasikan dan menafsirkan informasi yang diterima dari lingkungan (Lahey,113). Persepsi yang keliru ini terjadi karena mereka melihat orang yang sukses itu selalu memiliki harta dan status sosial yang tinggi, jika dipahami lebih dalam bahwa harta dan reputasi yang baik itu bukanlah kesuksesan melainkan hasil dari kesuksesan. Persepsi yang keliru ini membuat orang-orang tertekan sehingga mereka melakukan hal-hal yang menyimpang seperti korupsi, minder, tidak teguh pada pendirian mereka sendiri. Orang tua yang berekonomi menengah ke bawah selalu menekan anak-anaknya untuk belajar dengan giat agar bisa sukses (sukses di sini maksudnya kaya atau memiliki status sosial yang terhormat) sehingga sang anak berpikir bahwa kalau saya kaya berarti saya sudah sukses. Anak-anak dengan pola pikiran seperti ini menjadi lebih banyak, mereka dapat melakukan apa saja demi nilai yang bagus, termasuk menyontek. Menyontek dianggap sah asalkan tidak ketahuan, dari sinilah muncul bibit-bibit koruptor, sedangkan anak-anak berpikiran lurus (tidak menggunakan berbagai cara yang buruk) merasa minder walaupun nilai ulangannya bagus tetapi status sosial mereka rendah (misalnya uang sekolah menunggak 2 bulan). Bisa dibayangkan, hanya karena persepsi yang salah saja dapat memicu sejumlah konflik yang rumit.
Pola pikir kita harus diubah, seharusnya dari kecil kita diajarkan kesuksesan itu bukan hanya harta dan status sosial saja, melainkan kepuasan kita dalam memperoleh suatu ilmu pengetahuan, ilmu pengatahuan itu dapat kita kembangkan sehingga bisa berguna bagi khalayak ramai. Jika semasa kecil kita diajari seperti itu mungkin saja korupsi di Indonesia akan berkurang, serta melahirkan generasi muda yang memiliki keteguhan hati untuk meraih kesuksesan yang positif, percaya pada dirinya sendiri, dan memiliki kebanggaan sebagai warga negara Indonesia.
Daftar Pustaka
Lahey, Benjamin B. 2007. Psychology: An Introduction 9th ed. McGraw-Hill Companies. New York.
Pandangan para pejuang tentang kesuksesan inilah yang membawa kita menuju kemerdekaan. Kesuksesan yang dimaksud adalah mencapai apa yang menurut kita itu berharga dan apa yang kita capai atau kita perbuat itu dapat berguna bagi masyarakat luas, misalnya guru, yang dikatakan guru yang sukses atau berhasil adalah guru yang dapat membimbing muridnya dari yang tidak mengetahui apa-apa menjadi murid yang berwawasan. Makna kesuksesan atau keberhasilan ini telah bergeser, saat ini yang dikatakan sukses adalah orang yang mempunyai rumah mewah, mobil mewah, uang banyak, dan status sosial yang tinggi. Hal ini terjadi karena perbedaan persepsi, setiap manusia memiliki keunikan tersendiri, keunikan ini termasuk cara berpikir, cara berprilaku, persepsi dan sebagainya, bahkan orang yang kembar identik pun memiliki perbedaan tersendiri. Yang dimaksud dengan persepsi adalah proses mengorganisasikan dan menafsirkan informasi yang diterima dari lingkungan (Lahey,113). Persepsi yang keliru ini terjadi karena mereka melihat orang yang sukses itu selalu memiliki harta dan status sosial yang tinggi, jika dipahami lebih dalam bahwa harta dan reputasi yang baik itu bukanlah kesuksesan melainkan hasil dari kesuksesan. Persepsi yang keliru ini membuat orang-orang tertekan sehingga mereka melakukan hal-hal yang menyimpang seperti korupsi, minder, tidak teguh pada pendirian mereka sendiri. Orang tua yang berekonomi menengah ke bawah selalu menekan anak-anaknya untuk belajar dengan giat agar bisa sukses (sukses di sini maksudnya kaya atau memiliki status sosial yang terhormat) sehingga sang anak berpikir bahwa kalau saya kaya berarti saya sudah sukses. Anak-anak dengan pola pikiran seperti ini menjadi lebih banyak, mereka dapat melakukan apa saja demi nilai yang bagus, termasuk menyontek. Menyontek dianggap sah asalkan tidak ketahuan, dari sinilah muncul bibit-bibit koruptor, sedangkan anak-anak berpikiran lurus (tidak menggunakan berbagai cara yang buruk) merasa minder walaupun nilai ulangannya bagus tetapi status sosial mereka rendah (misalnya uang sekolah menunggak 2 bulan). Bisa dibayangkan, hanya karena persepsi yang salah saja dapat memicu sejumlah konflik yang rumit.
Pola pikir kita harus diubah, seharusnya dari kecil kita diajarkan kesuksesan itu bukan hanya harta dan status sosial saja, melainkan kepuasan kita dalam memperoleh suatu ilmu pengetahuan, ilmu pengatahuan itu dapat kita kembangkan sehingga bisa berguna bagi khalayak ramai. Jika semasa kecil kita diajari seperti itu mungkin saja korupsi di Indonesia akan berkurang, serta melahirkan generasi muda yang memiliki keteguhan hati untuk meraih kesuksesan yang positif, percaya pada dirinya sendiri, dan memiliki kebanggaan sebagai warga negara Indonesia.
Daftar Pustaka
Lahey, Benjamin B. 2007. Psychology: An Introduction 9th ed. McGraw-Hill Companies. New York.
Comments
Post a Comment